Gedung Mahkamah Konstitusi |
Jakarta - Sarjana di
luar jurusan pendidikan tetap bisa menjadi guru. Itu setelah Mahkamah
Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materil Pasal 8, 9, dan 10 UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di gedung MK, kemarin.
Gugatan
itu diajukan oleh tujuh orang mahasiswa jurusan ilmu kependidikan yang
berasal tujuh kampus berbeda. Mereka merasa mendapat perlakuan
diskriminatif karena harus bersaing dengan sarjana di luar jurusan
kependidikan untuk menjadi guru.
Mereka
mendalihkan telah dididik secara khusus dalam jurusan ilmu pendidikan
dan mempunyai kemampuan berbeda dibanding dengan sarjana lain. Karena
aturan itu, para sarjana ilmu kependidikan merasa lebih berat peluangnya
menjadi guru.
Hakim konstitusi
Muhammad Alim mengatakan, dasar gugatan yang digunakan para penggugat,
yaitu Pasal 28H UUD 1945, sangat tidak relevan. Dalam pasal tersebut,
ketentuan adanya jaminan hak atas perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
justru bertolak belakang dengan keinginan penggugat.
"Permintaan
agar hanya sarjana pendidikan saja yang boleh menjadi guru, sangat
tidak mendasar," kata Alim. Ia menyatakan, secara khusus, Pasal 28H UUD
1945 merupakan pasal yang mengatur mengenai hak untuk memperoleh manfaat
dari program afirmatif bagi warga negara. Sehingga, setiap warga
tertentu agar memperoleh kemajuan yang sejajar dengan warga negara yang
lain ditujukan dengan maksud memiliki kesempatan yang sama.
Menurut
mahkamah, Alim melanjutkan, hak untuk menjadi guru dengan sendirinya
telah dibatasi justru dalam pasal yang diajukan oleh penggugat, yaitu
Pasal 8, 10, dan 11 UU Guru dan Dosen. Alhasil, seseorang yang bukan
lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) tidak secara serta
merta bisa menjadi guru jika tidak memenuhi aturan.
0 komentar:
Posting Komentar