Rabu, 15 Mei 2013

Kisah Keadilan di Kota Tegal Seharga Rp 5 juta

Posted by Lensa Peristiwa On 07.19
Kisah keadilan di Kota Tegal seharga Rp 5 juta
Ilustrasi sidang ABG. ©2013 Merdeka.com/imam buhori

Ini kisah Imam Budiarto yang berusaha mencari keadilan pada kasus yang menimpa anaknya. Anaknya adalah satu dari tiga ABG di Tegal, Jawa Tengah yang dijatuhi pidana selama 4 tahun dalam kasus pemerkosaan.
Kejadian bermula dari kedekatan pemuda berusia 20 tahun, sebut saja A dengan B, seorang gadis ABG berusia 16 tahun. Hubungan keduanya pun sudah terlalu dan mengakibatkan orangtua B menyuruh A untuk meninggalkan anaknya. Tak hanya itu, orang tua B juga meminta uang Rp 1.500.000 kepada A untuk mengurus biaya pindah sekolah B dengan surat perjanjian disaksikan Ketua RT setempat.
Namun dalam perjanjian tersebut, A ternyata mengingkarinya. Dan kasus tersebut dilaporkan orangtua B ke Polisi.
Kasus mulai terjadi saat A dalam pemeriksaan di kepolisian menyebut bahwa teman-temannya juga ikut menggauli B. Sebut saja X, Y dan Z yang berusia antara 15 hingga 17 tahun.
Ketiga ABG itu pun akhirnya dipanggil dan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian tanpa didampingi oleh orangtua atau pengacara. Bahkan tidak ada surat pemanggilan resmi hanya sekadar ditelepon agar X, Y dan Z datang ke kantor polisi.
"Apakah dibenarkan pembuatan BAP untuk anak di bawah umur tidak didampingi? Dan apakah benar seseorang dipanggil kepolisian tanpa surat panggilan tapi via telepon? Dan apakah selama pemeriksaan sang anak yang masih di bawah umur mampu menerima tekanan psikologis karena mendapat pertanyaan dari kepolisian yang notabene hanya disuruh mengakui semua perbuatan yang dilaporkan oleh ibu korban (Orang tua A)," ujar Imam Budiarto, orangtua dari salah satu ABG tersebut kepada merdeka.com, Rabu (8/5).
Menurut Imam, anaknya dan kedua temannya dipaksa menandatangani karena dikatakan agar prosesnya cepat dan hukumannya ringan. Singkat cerita kasus pun maju ke meja hijau.
"Anak-anak kami disidang terpisah dengan A. Yang kami herankan adalah anak-anak kami disidang terlebih dahulu sebelum A sebagai orang dewasa dan terdakwa utama kasus ini. Apakah dibenarkan dalam hukum di Indonesia pelaku utama di sidang belakangan?" ujar Imam.
Namun karena tidak adanya biaya, Imam dan dua orangtua lainnya tidak dapat membayar pengacara agar dapat mendampingi anak-anaknya. Namun dari Pengadilan Negeri Tegal akhirnya memberikan pengacara gratis dari negara.
Namun mereka pun menyayangkan sikap sang pengacara prodeo tersebut karena selama proses persidangan tidak ada pembelaan sedikitpun dari pengacara tersebut. Bahkan sesudah sidang pertama pengadilan, sang pengacara mengumpulkan para orang tua terdakwa dan menawarkan 'jasa' dengan imbalan sejumlah uang agar dapat diperingan hukumannya.
"Katanya sih untuk hakim dan jaksanya. Kata pengacara tersebut 'ada uang di atas 5 juta? Kalau ada hukuman bisa ringan'. Maksudnya adalah Rp 5 juta tiap terdakwa. Sayang sekali karena tidak memiliki uang untuk membeli keadilan di kota Tegal ini. Sampai kamipun tidak dapat membayar pengacara," ujar Imam.
Dalam sidang pengadilan sendiri, orangtua ketiga ABG tersebut menyakini kasus yang membelit anaknya bukan pemerkosaan. Karena A adalah pacar B. Dan perbuatan mereka sudah sering dilakukan atas dasar suka sama suka. Dan B sering melakukan hal tersebut dengan teman-teman A dalam beberapa kesempatan.
"Perbuatan yang dituduhkan terhadap anak kami yaitu bulan Oktober 2013, dilakukan dalam posisi berdiri di pekarangan yang tidak jauh dari pemukiman penduduk. Jadi kalau benar terjadi pemaksaan (pemerkosaan), B bisa berteriak atau lari mencari pertolongan," terangnya.
"Waktu sidang pengadilan B perbuatan perkosaan yang dituduhkan kepada anak kami tidaklah terbukti," terangnya.
Pengadilan Negeri Tegal pada tanggal 2 April 2013 menyatakan bahwa X, Y dan Z bersalah dan dijatuhi hukuman selama 4 tahun dengan nomor putusan 11/Pid.Sus/2013/PN.Tgl dan No. 12/Pid.Sus/2013/PN.Tgl.
"Kami tidak kuat melihat anak kami membenturkan kepala mereka di dinding penjara karena menyesal atas kejadian yang mereka sendiri tidak tahu akibatnya. Anak kami merupakan korban dari A yang menawarkan B. Anak kamipun seharusnya dilindungi UU karena masih di bawah umur," ujar Imam.
Menurut Imam banyak kejanggalan dalam kasus yang membelit anaknya tersebut. Namun dirinya hanya bisa duduk kursi pengunjung sidang tanpa bisa berbuat apa-apa.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger news

Blogroll

About