Sabtu, 18 Mei 2013

Diduga Takut tak Lulus UN, Fany Pilih Mati

Posted by Lensa Peristiwa On 22.08

http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/inilah-tali-ilustrasi-gantung-diri.jpgDepok - Fany Wijaya (17), siswi kelas 3 SMP PGRI Pondokpetir, Bojongsari, Depok, memilih mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di rumahnya, Sabtu (18/5/2013) sekitar pukul 06.15. Diduga remaja itu bunuh diri karena takut tidak lulus Ujian Nasional (UN).

Jasad Fany ditemukan tergantung menggunakan kain selendang di rumahnya di Perumahan Reni Jaya Blok D 11 No 4 RT03/07, Pondokpetir, Bojongsari. Di akhir hayatnya, Fany terlihat mengenakan celana legging hitam dan kaus berwarna oranye. 

Anak kedua dari pasangan Dedy (74) dan Yani (34) itu memilih gantung diri di balok kayu yang menghubungkan pintu belakang rumah dengan pintu kamar kakaknya Edy. 

Menurut Dedy, istrinya yang pertama kali menemukan Fany gantung diri. Saat itu Yani akan membangunkan Fany agar segera mengikuti acara perpisahan di sekolah. "Istri saya mau membangunkan anak kedua saya, sekalian mau pipis. Terus ia melihat Fany gantung diri," kata Dedy sambil menangis, kemarin.

Mau kerja
Sedangkan Edy menyatakan bahwa ia tahu Fany gantung diri dari ibunya. Saat itu ibunya membangunkan untuk memberi tahu bahwa Fany gantung diri. "Saya lihat kain yang digunakan untuk menggendong bayi (yang dipakai Fany). Saya tidak ada firasat sama sekali. Bapak sama ibu juga begitu," ujar Edy.
Edy menjelaskan, adiknya begitu serius menghadapi UN. Karena itu dia giat belajar. Bahkan akan tidur pun Fany tetap belajar.
"Dia giat belajar karena takut nggak lulus UN. Bahkan selama akan menghadapi UN, Fany tidak buka-buka Facebook dan Twitternya. Saya bilang, 'tidak usah tegang. Rileks saja kalau menghadapi UN," tutur Edy yang kini menjadi tulang punggung keluarganya itu.
Dikatakan Edy, dua minggu yang lalu juga Fany menyampaikan rasa kekhawatirannya tidak lulus UN. Dia bilang jika tidak lulus UN maka akan bekerja sebagai penjaga warnet di rumah sepupunya di Cibinong, Kabupaten Bogor. Edy pun mempersilakan Fany menjalankan niatnya itu. Tapi jika Fany hendak melanjutkan sekolah, Edy pun akan membantu.
Namun tiga hari menjelang acara perpisahan di sekolahnya, Fany berubah sikap. Remaja periang dan mudah bergaul itu pun menjadi pendiam.
"Dia memang sangat khawatir tidak lulus UN. Dia bilang akan kerja kalau nggak lulus UN. Saya bilang kalau itu memang sudah pilihan kamu jalanin aja. Masalah lulus nggak lulus UN jangan dipikirin terlalu dalam. Tetangga bilang Fany berubah jadi pendiam," tutur Edy.
Tidur sendiri
Sepupu Fany yang tak mau disebutkan namanya kemarin menyatakan bahwa biasanya Fany tidak tidur sendiri melainkan bertiga. Dia biasa tidur bersama ibunya dan adiknya Vony. Namun pada Jumat (17/5) malam, Fany tidur sendiri.
"Biasanya tidur bertiga. Namun malam itu sekitar pukul 23.00 dia sudah masuk kamarnya. Bahkan katanya dia sudah merapih foto-fotonya," ujarnya.
Bahaya
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, menyatakan bahwa bertambahnya kasus pelajar bunuh diri karena takut tidak lulus UN membuat pemerintah harus mengevaluasi besar-besaran UN. Apalagi Mahkamah Konstitusi telah memutuskan melarang UN.
"Tahun lalu ada tiga siswa yang berusaha bunuh diri. Sekarang ada lagi. Ini bahaya. Pemerintah harus patuhi keputusan MK yang menganulir keputusan pelaksanaan UN. Pemerintah harus evaluasi besar-besaran UN," kata Arist kemarin.
Ditambahkan Arist, UN membuat siswa menjadi tertekan, baik itu sebelum maupun sesudah pelaksanaan UN. Dengan begitu kejiwaan siswa menjadi terganggu. Apalagi setelah lulus, para siswa juga susah untuk memilih sekolah.
Anggota Akademi Pengetahuan Indonesia (AIPI) Henry Alexis Rudolf Tilaar menyatakan bahwa UN tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila, sehingga UN harus dihapus. Menurutnya, UN membuat terjadinya pembohongan berjamaah. Mulai dari kepala dinas hingga ke siswa melakukan pembohongan agar bisa lulus UN.
Membukakan mata
Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Hery Pansila, menyebutkan bahwa bunuh diri Fany merupakan musibah sekaligus membukakan mata bagi semua masyarakat Depok. Peristiwa tersebut harus melecut RT dan RW serta para warga untuk mendata warga yang tidak mampu melanjutkan sekolah.
"Mungkin tertekan menghadapi UN. Namun saya melihat ini karena tidaksanggupan untuk melanjutkan sekolah. Mungkin juga kepala sekolahnya tidak mensosialisasikan kepada siswanya bahwa Kota Depok mempunyai program menyekolahkan masyarakat tak mampu," tuturnya.
Hery menambahkan bahwa sosialisasi program sekolah untuk siswa tak mampu sudah dilakukan ke seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) hingga ke kepala sekolah negeri. Begitu juga ke sekolah swasta.


0 komentar:

Posting Komentar

Blogger news

Blogroll

About