Depok - Fany Wijaya (17), siswi kelas 3 SMP PGRI Pondokpetir, Bojongsari, Depok, memilih mengakhiri hidup dengan cara gantung diri di rumahnya, Sabtu (18/5/2013) sekitar pukul 06.15. Diduga remaja itu bunuh diri karena takut tidak lulus Ujian Nasional (UN).
Jasad
Fany ditemukan tergantung menggunakan kain selendang di rumahnya di
Perumahan Reni Jaya Blok D 11 No 4 RT03/07, Pondokpetir, Bojongsari. Di
akhir hayatnya, Fany terlihat mengenakan celana legging hitam dan kaus
berwarna oranye.
Anak
kedua dari pasangan Dedy (74) dan Yani (34) itu memilih gantung diri di
balok kayu yang menghubungkan pintu belakang rumah dengan pintu kamar
kakaknya Edy.
Menurut Dedy, istrinya yang pertama kali menemukan Fany gantung diri. Saat itu Yani akan membangunkan
Fany agar segera mengikuti acara perpisahan di sekolah. "Istri saya mau
membangunkan anak kedua saya, sekalian mau pipis. Terus ia melihat Fany
gantung diri," kata Dedy sambil menangis, kemarin.
Mau kerja
Sedangkan Edy menyatakan
bahwa ia tahu Fany gantung diri dari ibunya. Saat itu ibunya
membangunkan untuk memberi tahu bahwa Fany gantung diri. "Saya lihat
kain yang digunakan untuk menggendong bayi (yang dipakai Fany). Saya
tidak ada firasat sama sekali. Bapak sama ibu juga begitu," ujar Edy.
Edy menjelaskan, adiknya begitu serius menghadapi UN. Karena itu dia giat belajar. Bahkan akan tidur pun Fany tetap belajar.
"Dia giat belajar karena
takut nggak lulus UN. Bahkan selama akan menghadapi UN, Fany tidak
buka-buka Facebook dan Twitternya. Saya bilang, 'tidak usah tegang.
Rileks saja kalau menghadapi UN," tutur Edy yang kini menjadi tulang
punggung keluarganya itu.
Dikatakan
Edy, dua minggu yang lalu juga Fany menyampaikan rasa kekhawatirannya
tidak lulus UN. Dia bilang jika tidak lulus UN maka akan bekerja sebagai
penjaga warnet di rumah sepupunya di Cibinong, Kabupaten Bogor. Edy pun
mempersilakan Fany menjalankan niatnya itu. Tapi jika Fany hendak
melanjutkan sekolah, Edy pun akan membantu.
Namun tiga hari menjelang
acara perpisahan di sekolahnya, Fany berubah sikap. Remaja periang dan
mudah bergaul itu pun menjadi pendiam.
"Dia memang sangat
khawatir tidak lulus UN. Dia bilang akan kerja kalau nggak lulus UN.
Saya bilang kalau itu memang sudah pilihan kamu jalanin aja. Masalah
lulus nggak lulus UN jangan dipikirin terlalu dalam. Tetangga bilang
Fany berubah jadi pendiam," tutur Edy.
Tidur sendiri
Sepupu Fany yang tak mau
disebutkan namanya kemarin menyatakan bahwa biasanya Fany tidak tidur
sendiri melainkan bertiga. Dia biasa tidur bersama ibunya dan adiknya
Vony. Namun pada Jumat (17/5) malam, Fany tidur sendiri.
"Biasanya tidur bertiga.
Namun malam itu sekitar pukul 23.00 dia sudah masuk kamarnya. Bahkan
katanya dia sudah merapih foto-fotonya," ujarnya.
Bahaya
Ketua Komnas Perlindungan
Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, menyatakan bahwa bertambahnya kasus
pelajar bunuh diri karena takut tidak lulus UN membuat pemerintah harus
mengevaluasi besar-besaran UN. Apalagi Mahkamah Konstitusi telah
memutuskan melarang UN.
"Tahun lalu ada tiga
siswa yang berusaha bunuh diri. Sekarang ada lagi. Ini bahaya.
Pemerintah harus patuhi keputusan MK yang menganulir keputusan
pelaksanaan UN. Pemerintah harus evaluasi besar-besaran UN," kata Arist
kemarin.
Ditambahkan Arist, UN
membuat siswa menjadi tertekan, baik itu sebelum maupun sesudah
pelaksanaan UN. Dengan begitu kejiwaan siswa menjadi terganggu. Apalagi
setelah lulus, para siswa juga susah untuk memilih sekolah.
Anggota Akademi
Pengetahuan Indonesia (AIPI) Henry Alexis Rudolf Tilaar menyatakan bahwa
UN tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila, sehingga UN harus dihapus.
Menurutnya, UN membuat terjadinya pembohongan berjamaah. Mulai dari
kepala dinas hingga ke siswa melakukan pembohongan agar bisa lulus UN.
Membukakan mata
Kepala Dinas Pendidikan
Kota Depok, Hery Pansila, menyebutkan bahwa bunuh diri Fany merupakan
musibah sekaligus membukakan mata bagi semua masyarakat Depok. Peristiwa
tersebut harus melecut RT dan RW serta para warga untuk mendata warga
yang tidak mampu melanjutkan sekolah.
"Mungkin
tertekan menghadapi UN. Namun saya melihat ini karena tidaksanggupan
untuk melanjutkan sekolah. Mungkin juga kepala sekolahnya tidak
mensosialisasikan kepada siswanya bahwa Kota Depok mempunyai program
menyekolahkan masyarakat tak mampu," tuturnya.
Hery menambahkan bahwa sosialisasi program
sekolah untuk siswa tak mampu sudah dilakukan ke seluruh Unit Pelaksana
Teknis (UPT) hingga ke kepala sekolah negeri. Begitu juga ke sekolah
swasta.
0 komentar:
Posting Komentar